Kepada Kaum Mistik 1 Engkau mencari Tuhanmu di malam kelam Bila sepi mati seluruh bumi Bila kabur menyatu segala warna Bila umat manusia nyenyak terhenyak Dalam tilam, lelah lelap. Tahulah aku, Tuhanmu Tuhan diam kesunyian! Tetapi aku bertemu Tuhanku di siang-terang Bila dunia ramai bergerak Bila suara memenuhi udara Bila nyata segala warna Bila manusia sibuk bekerja Hati jaga, mata terbuka Sebab Tuhanku Tuhan segala gerak dan kerja Aku berbisik dengan Tuhanku dalam kembang bergirang rona Aku mendengar suara Tuhanku dalam deru mesin terbang diatas kepalaku Aku melihat Tuhanku dalam keringat ngalir orang sungguh bekerja Kepada Kaum Mistik 2 Berderis decis jelas tangkas Tangan ringan tukang pangkas Menggunting ujung rambutku Jatuh gugur bercampur debu Aku melihat Tuhanku Akbar Ujung rambut di tanah terbabar Teman, aku gila katamu? Wahai, kasihan aku melihatmu Mempunyai mata, tiada bermata Dapat melihat, tak pandai melihat Sebab beta melihat Tuhan dimana-mana Di ujung kuku yang gugur digunting Pada selapa kering yang gugur ke tanah Pada matahari yang panas membakar. 19 Oktober 1937Sumber Lagu Pemacu Ombak 1978Puisi Kepada Kaum MistikKarya Sutan Takdir AlisjahbanaBiodata Sutan Takdir AlisjahbanaSutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
KumpulanPuisi Sutan Takdir Alisjahbana (STA) - Sutan Takdir Alisjahbana (STA) lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908. Beliau merupakan tokoh pembaharu, sastrawan, dan ahli tata Bahasa Indonesia. AKU DAN TUHANKU Tuhan, Kau lahirkan aku tak pernah kuminta Dan aku tahu, sebelum aku Kau ciptakan Sinopsis Novel Rumah Kaca Karya
Kumpulan Puisi Sutan Takdir Alisjahbana STA – Sutan Takdir Alisjahbana STA lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908. Beliau merupakan tokoh pembaharu, sastrawan, dan ahli tata Bahasa Indonesia. STA masih keturunan keluarga kerajaan. Ibunya, Puti Samiah adalah seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal. Ayahnya, Raden Alisyahbana yang bergelar Sutan Arbi, adalah seorang guru. STA menikah dengan tiga orang istri serta dikaruniai sembilan orang putra dan putri. Istri pertamanya adalah Raden Ajeng Rohani Daha menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun 1935 yang masih berkerabat dengan STA. Dari Rohani Daha, STA dikaruniai tiga orang anak yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofjan Alisjahbana. Tahun 1941, STA menikah dengan Raden Roro Sugiarti wafat tahun 1952 dan dikaruniai dua orang anak yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana. Dengan istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer menikah 1953 dan wafat 1994, STA dikaruniai empat orang anak, yaitu Tamalia Alisjahbana, Marita Alisjahbana, Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana. STA sangat menghormati wanita, ia mengatakan bahwa wanita adalah motor penggerak dan pendukung dibalik kesuksesan seorang laki-laki. Setelah menamatkan sekolah HIS di Bengkulu 1921, STA melanjutkan pendidikannya ke Kweekschool, Bukittinggi. Kemudian dia meneruskan HKS di Bandung 1928, meraih Mr. dari Sekolah Tinggi di Jakarta 1942, dan menerima Dr. Honoris Causa dari Universitas Indonesia 1979 dan Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia 1987. Karirnya beraneka ragam dari bidang sastra, bahasa, dan kesenian. STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka 1930-1933. Kemudian mendirikan dan memimpin majalah Poedjangga Baroe 1933-1942 dan 1948-1953, Pembina Bahasa Indonesia 1947-1952, dan Konfrontasi 1954-1962. Pernah menjadi guru HKS di Palembang 1928-1929, dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia 1946-1948, guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta 1950-1958, guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang 1956-1958, guru besar dan Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur 1963-1968. STA merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal. Berkat pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi sekaligus pro-Barat, STA sempat berpolemik dengan cendekiawan Indonesia lainnya. STA sangat gelisah dengan pemikiran cendekiawan Indonesia yang anti-materialisme, anti-modernisasi, dan anti-Barat. Menurutnya, bangsa Indonesia haruslah mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, memodernisasi pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat. Dalam kedudukannya sebagai penulis ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa selama pendudukan Jepang, STA melakukan modernisasi Bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Ia yang pertama kali menulis Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia 1936 dipandang dari segi Indonesia, yang mana masih dipakai sampai sekarang. Serta Kamus Istilah yang berisi istilah-istilah baru yang dibutuhkan oleh negara baru yang ingin mengejar modernisasi dalam berbagai bidang. Setelah Kantor Bahasa tutup pada akhir Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi perkembangan Bahasa Indonesia melalui majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan, STA adalah pencetus Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo. Pada tahun 1970, STA menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa-bahasa Asia tentang The Modernization of The Languages in Asia 29 September-1 Oktober 1967. Selain sebagai ahli tata Bahasa Indonesia, STA juga merupakan seorang sastrawan yang banyak menulis novel. Beberapa contoh novelnya yang terkenal yaitu Tak Putus Dirundung Malang 1929, Dian Tak Kunjung Padam 1932, Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun 1940, dan Grotta Azzura 1970 & 1971. STA menghabiskan masa tuanya di rumah, di Indonesia. Rumahnya sangat asri dan penuh dengan tanaman serta pepohonan. STA membiarkan hewan-hewan ternaknya berkeliaran di halaman belakang rumahnya yang luas, seperti angsa dan ayam. STA mengisi waktu luangnya dengan membaca dan menulis, serta berenang di kolam renang yang dibuatkan oleh anak-anaknya untuk menjaga kesehatan tubuh. STA meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 pada usia 86 tahun. KEPADA KAUM MISTIK II Berderis decis jelas tangkas Tangan ringan tukang pangkas Menggunting ujung rambutku Jatuh gugur bercampur debu Aku melihat Tuhanku Akbar Ujung rambut di tanah terbabar Teman, aku gila katamu? Wahai, kasihan aku melihatmu Mempunyai mata, tiada bermata Dapat melihat, tak pandai melihat Sebab beta melihat Tuhan di mana-mana Di ujung kuku yang gugur digunting Pada selapa kering yang gugur ke tanah Pada matahari yang panas membakar KEMBALI Ketika beta terjaga di dini hari Melihat alam sepermai ini, Terasalah beta darah baru Gembira berdebur di dalam kalbu. Girang unggas bersuka ria, Gemilang sekar bermegah warna. Mega muda bermain di awang, Kemilau embun menyambut terang. Hidup, hiduplah jiwa, Turut gembira turut mencipta Dalam alam indah jelita. Jalan waktu terhambat tiada, Siang terkembang malamlah tiba Percuma dahlia tiada berbunga. SEMARAK ITU Laksana unggun tinggi menyala Engkau melintang di jalan kamas Menyerbu menyerah jiwa remaja, Tiada bertangguh tiada bersangsi. Dalam panasmu aku bertangas, Dalam sinarmu aku bercahaya. Hari lalu tiada berasa, Habis ria berganti bahagia. Selama itu sudah dipuja, Sekian waktu sudah dimanja Tinggallah beta sebatang badan. Alangkah hamba rasa sedunia Pujaan cinta semarak itu Tiadakan lagi mungkin tersua TIADA TERTAHAN Tanah dipijak serasa air, Dahan dipegang menjadi awang, Pandangan ke depan mengabut tebal, Menoleh belakang gulita semata. Terbang diri ditiup angin, Tiada berarah tiada bertuju, Terhempas ke bumi tertepuk ke batu, Kejam didera ganas disiksa. Ya Allah, ya Tuhanku, Benamkan beta ke laut dalam, Bakar beta di api nyala. Sangsi begini tiada tertanggung Di laut tidak di darat tidak, Segala penjuru kabut mengepung. SESUDAH DIBAJAK Aku merasa bajakMu menyayat, Sedih seni mengiris kalbu. Pedih pilu jiwa mengaduh, Gemetar menggigil tulang seluruh. Dalam duka semesra ini, Beta papa, apalah daya? Keluh hilang disawang lapang, Aduh tenggelam dibisik angin. Ya Allah, ya Rabbi, Hancurkan, remukkan sesuka hati, Sayat iris jangan sepala. Umat daif sekedar bermohon Semai benih mulia raya Dalam tanah sudah dibajak. API SUCI Selama nafas masih mengalun, Selama jantung masih memukul, Wahai api, bakarlah jiwaku, Biar mengaduh biar mengeluh. Seperti baja merah membara Dalam bakaran Nyala Raya, Biar jiwa habis terlebur, Dalam kobaran Nyala Raya. Sesak mendesak rasa di kalbu, Gelisah liar mata memandang, Di mana duduk rasa dikejar. Demikian rahmat tumpahkan selalu, Nikmat rasa api menghangus, Nyanyian semata bunyi jeritku. BETALAH TAHU Aku melihat mereka berjalan, Rapat dekat sesak menyesak. Mata bersinar kasih mesra, Muka berkembang cinta berahi. Suara merayu berbisik-bisik, Cumbu pujuk kata semata. Berlimpah bahagia kalbu remaja, Seluruh dunia rasa terlupa. Dalam gua batu jiwaku Tersenyum beta laksana arca Kecaplah hidup muda belia, Lezat nikmat sebanyak dapat, Betalah tahu, betalah tahu Turun tabir sesal menjelma. DALAM GELOMBANG Alun bergulung naik meninggi, Turun melembah jauh ke bawah. Lidah ombak menyerak buih, Surut kembali di air gemuruh. Kami mengalun di samud’raMu, Bersorak gembira tinggi membukit. Sedih mengaduh jatuh ke bawah, Silih berganti tiada berhenti. Di dalam suka di dalam duka, Waktu bahagia waktu merana, Masa tertawa masa kecewa, Kami berbuai dalam nafasMu, Tiada kuasa tiada berdaya, Turun naik dalam ’namaMu. RASA DIRI Alam segala rasa menjauh, Pikiran melayang tidak bertumpuh. Segala umat kabur mengasing, Terkatunglah diri terumbang-ambing. Seluruh dunia penaka musuh, Berkabut kacau rupa mengganjil, Membiar aku berjuang sendiri, Hilang hanyut tiada bertolong. Sejauh pandang gelombang semesta, Tiada pantai tiada daratan Menghimbau beta tempat berlabuh. Demikian Ani rasanya diri, Sejak kamas engkau tinggalkan, Tidak berkata tidak berpesan. KEPADA ANAKKU I Tiada tahukah engkau sayang, Bunda pergi melawat negeri Belum seorang pulang kembali, Ninggalkan kita sepi berempat? Mengapa engkau gelak selalu, Mengapa bergurau tiada ingat? Pada muka tiada berkesan, Pada bicara tiada bergetar Tiada tahukah engkau sayang, Tiada insyaf tiada ngerti Bunda pergi tiada kembali? Mengapa bicara sebijak itu, Mengapa tertawa gelak selalu? Air mata pilu kutelan. NIKMAT HIDUP Api menyala di dalam kalbu, Ganas membakar tiada beragak. Hangus badan rasa seluruh, Kepala penuh bersabung sinar. Malam mata tiada terpicing, Gelisah duduk sepanjang hari. Rasa dicambuk rasa didera Jiwa ’ngembara tiada sentosa. Ya Allah, ya Tuhanku! Biarlah api nyala di kalbu, Biarlah badan hangus tertuju. Api jangan Engkau padamkan, Mata jangan Engkau picakan, Jiwa jangan Engkau lelapkan. AIR MATA Ngalir, ngalirlah air mata, Aku tiada akan nahanmu. Apa gunanya aku halangi, Engkau ngalirkan penuh kalbuku Seperti air jernih memancar Dari celah gunung rimbun, Seperti hujan sejuk gugur Dari mega berat mengandung, Ngalirlah wahai air mata, Engkaupun mendapat hakmu Dari Khalik yang satu. Ngalir, ngalirlah air mata, Aku hendak merasa nikmat Panasmu ngalir pada pipiku. SEGALA, SEGALA Ani, ya Aniku Ani, Mengapa kamas engkau tinggalkan? Lengang sepi rasanya rumah, Lapang meruang tiada tentu. Buka lemari pakaian berkata, Di tempat tidur engkau berbaring, Di atas kursi engkau duduk, Pergi ke dapur engkau sibuk. Segala kulihat segala membayang, Segala kupegang segala mengenang. Sekalian barang rasa mengingat, Sebanyak itu cita melenyap. Pilu sedih menyayat di kalbu, Pelbagai rasa datang merasuk. APAKAH MAKNANYA Ani, Aniku, di mana engkau? Suaramu masih kudengar, Rupamu masih kulihat, Kemana melangkah engkau mengikut. Ani, Ani, mari kemari! Kamas hendak meninjau matamu, Setia dalam melihat padaku, Mana suaramu, mana gelakmu? Ya Allah, ya Tuhanku, Langkah lekas Kau ambil, Kau renggutkan dari sisiku. Apakah dosa maka begini Apa maknanya, apa gunanya, Ganas demikian menimpa diri? TAK MENGERTI Semuda itu lagi, Sebanyak itu cita dikandung, Sebesar itu harapan di dada, Segembira itu menyambut hidup. Mungkinkah kau Ni tiada lagi, Berjalan pergi tiada kembali, Merantau jauh tiada tentu Negeri mana tempat berhenti? Bunga mawar segar kembang, Girang sorak dijunjung tangkai Berderai gugur jatuh ke bumi Sekonyong-konyong tiada tersangka. Wahai Tuhanku maha tinggi, Petunjuk beta tak mengerti. MENUJU KE LAUT Angkatan baru Kami telah meninggalkan engkau, tasik yang tenang, tiada beriak, diteduhi gunung yang rimbun dari angin dan topan. Sebab sekali kami terbangun dari mimpi yang nikmat "Ombak ria berkejar-kejaran di gelanggang biru bertepi langit. Pasir rata berluang dikecup, tebing curam ditantang diserang, dalam bergurau bersama angin, dalam berlomba bersama mega". Sejak itu jiwa gelisah, Selalu berjuang, tiada reda, Ketenangan lama rasa beku, gunung pelindung rasa pengalang Berontak hati hendak bebas, menyerang segala apa mengadang. Gemuruh berderu kami jatuh, terhempas berderai mutiara bercahaya, Gegap gempita suara mengerang, dahsyat bahna suara menang. Keluh dan gelak silih berganti pekik dan tempik sambut menyambut. Tetapi betapa sukarnya jalan, badan terhernpas, kepala tertumbuk, hati hancur, pikiran kusut, namun kembali tiadalah ingin, keterangan lama tiada diratap. Kami telah meninggalkan engkau, tasik yang tenang tiada beriak, diteduhi gunung yang rimbun dari angin dan topan. Sebab sekali kami terbangun dari mimpi yang nikmat. KERABAT KITA Bunda, masih kudengar petuamu bergetar waktu ku tertegun di ambang pintu, melepaskan diriku dari pelikmu "Hati-hati di rantau orang, anakku sayang, Berkata di bawah-bawah, mandi di hilir-hilir, Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung". Telah lama aku mengembara jauh rantau kejelajah, banyak selat dan sungai kuseberangi, gunung dan gurun kuedari. Beragam warna, bahasa dan budaya manusia, teman aku bersantap, bercengkerama dan bercumbu, lawan aku bertengkar dan berselisih. Di runtuhan Harapan dan Pompeyi aku ziarah, Dari menara Eifel dan Empire State Building aku tafakur memandang semut manusia. Di pembajaan Ruhr dan Nagasaki aku bangga melihat kesanggupan umat berpikir, mengatur dan berbuat. Kuhanyutkan diriku dalam lautan manusia di Time Square di New York dan di Piccadily di London. Kuresapkan lagu kesepian pengendara unta di gurun pasir dan batu Anatolia, sega Islandia yang megah di padang salju yang putih. Bunda, Pulang dari rantau yang jauh berita girang kubawa kepadamu, resap renungan petua keramat, sendu engkau bisikkan di ambang pintu Di mana-mana aku menjejakkan kaki, aku berjejak di bumi yang satu. Dan langit yang kunjung di mana-mana langit kita yang esa. Bunda, Alangkah luasnya dan dahsyatnya kerabat kita kaya budi kaya hati, pusparagam ciptaan dan dambaan. AKU DAN TUHANKU Tuhan, Kau lahirkan aku tak pernah kuminta Dan aku tahu, sebelum aku Kau ciptakan Berjuta tahun, tak berhingga lamanya Engkau terus menerus mencipta berbagai ragam Tuhan, pantaskah Engkau memberikan hidup sesingkat ini Dari berjuta-juta tahun kemahakayaan-Mu Setetes air dalam samudra tak bertepi Alangkah kikirnya Engkau, dengan kemahakayaan-Mu Dan Tuhanku, dalam hatikulah Engkau perkasa bersemayam Bersyukur sepenuhnya akan kekayaan kemungkinan Terus menerus limpah ruah Engkau curahkan Meski kuinsyaf, kekecilan dekat dan kedaifanku Di bawah kemahakuasaan-Mu, dalam kemahaluasan kerajaan-Mu Dengan tenaga imajinasi Engkau limpahkan Aku dapat mengikuti dan meniru permainan-Mu Girang berkhayal dan mencipta berbagai ragam Terpesona sendiri menikmati keindahan ciptaanku Aahh, Tuhan Dalam kepenuhan terliput kecerahan sinar cahaya-Mu Menyerah kepada kebesaran dan kemuliaan kasih-mu Aku, akan memakai kesanggupan dan kemungkinan Sebanyak dan seluas itu Kau limpahkan kepadaku Jauh mengatasi mahluk lain Kau cipatakan Sebagai khalifah yang penuh menerima sinar cahaya-Mu Dalam kemahaluasan kerajaan-Mu Tak adalah pilihan, dari bersyukur dan bahagia, bekerja dan mencipta Dengan kecerahan kesadaran dan kepenuhan jiwa Tidak tanggung tidak alang kepalang Ya Allah Ya Rabbi Sekelumit hidup yang Engkau hadiahkan dalam kebesaran dan kedalaman kasih-Mu, tiada berwatas akan kukembangkan, semarak, semekar-mekarnya sampai saat terakhir nafasku Kau relakan Ketika Engkau memanggilku kembali kehadirat-Mu Ke dalam kegaiban rahasia keabadian-Mu Dimana aku menyerah tulus sepenuh hati Kepada keagungan kekudusan-Mu, Cahaya segala cahaya Dari berbagai sumber.
- Фፓψθኩዬж омωтокри мኦπу
- Игυηዞሹըյе рсоруրасէт εврю ሖէቄոዌեδ
- Ցоፀሻ клягеኀиራоп уբινፄξጼ
- Ед ዝво
Perbedaanitu dapat dilihat dari dua kalimat berikut. Pertama, kalimat dalam karya ilmiah (a) Pedoman Penulisan karya ilmiah ini memberikan petunjuk tentang cara menulis karya yang berupa skripsi, tesis, disertasi, artikel, makalah, tugas akhir, dan laporan penelitian (PPKI UM, 2010:2).(b) Sebagian pakar bahasa menganggap ini sebagai dialek melayu karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk
Di KakimuAku 'ngembara seorang diri,Badan lemah berdaya gunung yang kudaki,Lepas mega menghadap wala. Berapa kali aku terhenti, Merebah diri melepas lelah. Sekali aku meninjau ke bawah, Takjub melihat permai rumahku mana halaman,Mata mencari kelihatan menyatu indah semata,Terpaku diri memandang taman. Tuhanku, hati hasratkan Engkau! Pimpin umatmu naik ke puncak, Tempat mega tiada menutup, Dan pandangan terus kakimu tinggi di sawang,Aku hendak meninjau ke bayangku hilang tenggelam,Daif papa tengah April 1935Sumber Tebaran Mega 1935Puisi Di KakimuKarya Sutan Takdir AlisjahbanaBiodata Sutan Takdir AlisjahbanaSutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
NovelAnak Perawan di Sarang Penyamun karya Sutan Takdir Alisjahbana menunjukkan nuansa uluan yang sangat kental di dalamnya. Kepemimpinan adalah satu di antaranya.
19 Sep, 2021 Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Sutan takdir alisyahbana, dan sanusi pane, pada angkatan balai pustaka, karya yang. Karya sastra termasuk puisi yang muncul pada waktu itu penuh. Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana. cabik lunik 100 Tahun Sutan Takdir Alisjahbana Semangat from Makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan . Sutan takdir alisyahbana, dan sanusi pane, pada angkatan balai pustaka, karya yang. Mustofa bisri, bahasa sajak disikapi sebagaimana "aku tak akan. Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Majas apa saja yang ada dalam puisi "hujan bulan juni"? Contoh, novel kalah dan menang 1978 karya sutan takdir alisjahbana sta. Bentuk dan makna bukan merupakan alat akhir di dalam menginterpretasi suatu. Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana. Majas apa saja yang ada dalam puisi "hujan bulan juni"? Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan . Dalam bukunya yang berjudul puisi baru 1951, sutan takdir alisjahbana. Bentuk dan makna bukan merupakan alat akhir di dalam menginterpretasi suatu. Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Sutan takdir alisyahbana, dan sanusi pane, pada angkatan balai pustaka, karya yang. Mustofa bisri, bahasa sajak disikapi sebagaimana "aku tak akan. Tertulis terutama karya sutan takdir alisjahbana "antropologi baru Tuhanku aku mengembara di negara asing. Karya sastra termasuk puisi yang muncul pada waktu itu penuh. Takdir alisjahbana dalam bidang prosa dan amir hamzah bidang puisi; Ini adalah salah satu puisi yang diciptakan dengan rangkaian makna indah oleh sta, tentang keyakinan masa . Dan saya tahu, sebelum saya kau ciptakan. Sutan takdir alisyahbana, dan sanusi pane, pada angkatan balai pustaka, karya yang. Karya sastra termasuk puisi yang muncul pada waktu itu penuh. Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Dalam bukunya yang berjudul puisi baru 1951, sutan takdir alisjahbana. cabik lunik 100 Tahun Sutan Takdir Alisjahbana Semangat from Dan saya tahu, sebelum saya kau ciptakan. Tuhanku aku mengembara di negara asing. Tuhan, kau lahirkan saya tak pernah kuminta. Dalam bukunya yang berjudul puisi baru 1951, sutan takdir alisjahbana. Takdir alisjahbana dalam bidang prosa dan amir hamzah bidang puisi; Mustofa bisri, bahasa sajak disikapi sebagaimana "aku tak akan. Ini adalah salah satu puisi yang diciptakan dengan rangkaian makna indah oleh sta, tentang keyakinan masa . Contoh, novel kalah dan menang 1978 karya sutan takdir alisjahbana sta. Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Tertulis terutama karya sutan takdir alisjahbana "antropologi baru Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana. Ini adalah salah satu puisi yang diciptakan dengan rangkaian makna indah oleh sta, tentang keyakinan masa . Tuhanku aku mengembara di negara asing. Makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan . Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Takdir alisjahbana dalam bidang prosa dan amir hamzah bidang puisi; Majas apa saja yang ada dalam puisi "hujan bulan juni"? Bentuk dan makna bukan merupakan alat akhir di dalam menginterpretasi suatu. Dan saya tahu, sebelum saya kau ciptakan. Sutan takdir alisyahbana, dan sanusi pane, pada angkatan balai pustaka, karya yang. Contoh, novel kalah dan menang 1978 karya sutan takdir alisjahbana sta. Tuhan, kau lahirkan saya tak pernah kuminta. Takdir alisjahbana dalam bidang prosa dan amir hamzah bidang puisi; Mustofa bisri, bahasa sajak disikapi sebagaimana "aku tak akan. Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan . Tuhan, kau lahirkan saya tak pernah kuminta. cabik lunik 100 Tahun Sutan Takdir Alisjahbana Semangat from Karya sastra termasuk puisi yang muncul pada waktu itu penuh. Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana. Dan saya tahu, sebelum saya kau ciptakan. Makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan . Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Tuhanku aku mengembara di negara asing. Ini adalah salah satu puisi yang diciptakan dengan rangkaian makna indah oleh sta, tentang keyakinan masa . Contoh, novel kalah dan menang 1978 karya sutan takdir alisjahbana sta. Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Ini adalah salah satu puisi yang diciptakan dengan rangkaian makna indah oleh sta, tentang keyakinan masa . Mustofa bisri, bahasa sajak disikapi sebagaimana "aku tak akan. Dan saya tahu, sebelum saya kau ciptakan. Tuhanku aku mengembara di negara asing. Dalam bukunya yang berjudul puisi baru 1951, sutan takdir alisjahbana. Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana. Makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan . Contoh, novel kalah dan menang 1978 karya sutan takdir alisjahbana sta. Sutan takdir alisyahbana, dan sanusi pane, pada angkatan balai pustaka, karya yang. Sutan takdir alisjahbana disebut sebagai puisi. Karya sastra termasuk puisi yang muncul pada waktu itu penuh. Takdir alisjahbana dalam bidang prosa dan amir hamzah bidang puisi; Makna Puisi Aku Dan Tuhanku Karya Sutan Takdir Alisjahbana - cabik lunik 100 Tahun Sutan Takdir Alisjahbana Semangat - Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana.. Baru, seperti pada sajak menuju ke laut karya sutan takdir alisyahbana. Dan saya tahu, sebelum saya kau ciptakan. Takdir alisjahbana dalam bidang prosa dan amir hamzah bidang puisi; Angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya sutan. Mustofa bisri, bahasa sajak disikapi sebagaimana "aku tak akan.
Temabesar dalam puisi "Sesudah Dibajak" karya Sutan Takdir Alisjahbana jelas sekali berbicara mengenai kematian. Khususnya adalah kepasrahan atau keikhlasan menghadapi kematian. Beberapa larik yang mendukung penguatan tema tentang kematian, di antaranya: (1) Aku merasa bajakMu menyayat (larik 1), (2) Gemetar menggigil tulang seluruh (larik
Biografi Sutan Takdir Alisyahbana Sutan Takdir Alisyahbana selanjutnya disingkat STA dilahirkan di Natal, Tapanuli, Sumatera Utara pada tanggal 11 Februari 1908. STA adalah anak kedua dari dua belas bersaudara. Ibunya asli orang Natal tetapi bukan dari suku Mandailing atau Batak melainkan dari suku Minangkabau. Ayahnya berdarah Jawa, bernama Raden Alisjahbana, gelar Sutan Arbi. Gelar “Raden” itu suatu ketika diakui oleh Kesultanan Yogyakarta. Sang ayah adalah seorang guru yang juga bekerja sebagai penjahit, pengacara tradisional, ahli reparasi jam serta pemain sepakbola. Sementara itu, kakeknya dari garis ayah, Sutan Mohamad Zahab, adalah ulama besar dengan pengetahuan agama dan hukum yang mendalam. Semasa hidupnya, STA mempunyai tiga istri. Dari ketiga istrinya itu ia kemudian menjadi ayah dari sembilan anak. Pada masa kanak-kanak STA sempat merasa malu oleh ejekan temantemannya. Dia lahir dengan empat jari di tangan kiri yang cacat karena itu ia diberi nama “Takdir”. Dengan cacatnya itu, seperti dituturkan Tamalia Alisyahbana putri STA pada peringatan 100 tahun kelahiran STA, ia selalu menyembunyikan tangannya di kantong atau dengan sapu tangan Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. Umur empat tahun STA meninggalkan Natal dan mengikuti ayahnya yang pindah ke Bengkulu. “Ayah saya guru SD di Semangka yang terletak di Teluk Semangka. Dia lalu pindah ke Curup, lalu ke Kerkap kira-kira 25 kilometer dari Bengkulu. Di Kerkap itulah saya sekolah di Hogere Indische School HIS Bengkulu,” tutur STA pada suatu ketika Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. Waktu itu Bengkulu menjadi tempat orang buangan, termasuk para bangsawan dari tanah Jawa seperti Sentot Prawirodirdjo, salah seorang panglima pasukan Pangeran Diponegoro. Ayah STA sendiri diangkat sebagai penjaga makam Sentot. Walau kiriman uang dari ayahnya selalu terlambat dan tak punya buku, pendidikannya berjalan lancar. Setamat dari HIS pada 1921 STA melanjutkan pendidikan di Kweekschool Bukittinggi dan lulus pada 1925. Pada 1925 ia dikirim ke Hogere Kweekschool di Bandung setahun sebelum menamatkan kelas terakhir. Lalu STA masuk Hoofdacte Cursus Jakarta yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Gelar meester in de rechten Mr ia raih dari sekolah tinggi kehakiman Rechtshogeschool Jakarta pada tahun 1941. Ia sempat pula menempuh pendidikan di Letterkundige Fakulteit Jakarta pada tahun 1942. Di Jakarta, terutama ketika bekerja untuk Balai Pustaka, STA bertemu dengan banyak intelektual Hindia Belanda pada masa itu, baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya menjadi rekan terdekatnya adalah Armin Pane. Setelah Indonesia merdeka STA berkesempatan memperluas cakrawala intelektual dengan belajar filsafat ke Jerman, Belanda, Prancis, Amerika Serikat, dan Jepang. Pada 1948 STA pergi ke Amsterdam untuk menghadiri Kongres Filsafat. Karier sebagai sastrawan telah ia mulai sejak usia remaja. Karangan pertamanya, Tani Briefen Surat Petani dimuat di majalah Jong Soematera. Ketika itu STA berumur 15 tahun dan duduk di bangku kelas tiga sekolah guru di Muara Enim. Novel pertamanya Tak Putus Dirundung Malang 1929 diselesaikan di Bandung setelah dia menderita sakit jantung selama tiga bulan dan diterbitkan Balai Pustaka dengan honor 250 gulden. Salah satu karyanya yang terkenal adalah novel Layar Terkembang 1936 yang bercerita tentang emansipasi wanita, disusul Grotta Azzura 1979 serta Kalah dan Menang 1978 yang berbicara masalah filsafat kebudayaan. Mengomentari Kalah dan Menang dalam sebuah artikel di majalah Tempo edisi Oktober 1978, Poeradisastra mengatakan belum pernah ada sebuah roman Indonesia yang mengambil tema sebesar dan seluas roman STA. Roman itu memuat sejumlah tokoh bersejarah yang benar-benar ada, meski ditransmutasikan memakai nama-nama lain. Selain prosa, STA banyak menulis puisi, antara lain Tebaran Mega kumpulan sajak, 1935, Lagu Pemacu Ombak kumpulan sajak, 1978, dan Perempuan di Persimpangan Zaman kumpulan sajak, 1985. Di bidang sastra STA adalah tokoh angkatan Pujangga Baru. Ia menerbitkan sekaligus memimpin majalah Pujangga Baru, majalah Indonesia pertama untuk bidang sastra dan budaya. STA menolak sastra lama yang berupa pantun dan syair, dan menawarkan sastra baru berupa soneta. “Kita buang dan lupakan saja sastra lama dan kita bangun sastra yang baru,” ujarnya. Ketika memimpin Panji Pustaka, ia mengadakan gerakan “Sastra Baru” pada 1933. Berlatar pendidikan guru, STA pernah selama setahun menjadi guru HKS di Palembang 1928-1929. STA juga menjadi dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia mulai tahun 1946 hingga tahun 1948. Ia juga menjadi guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional Jakarta semenjak tahun 1950 sampai tahun 1958. STA pernah menjadi guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas Padang 1956-1958, dan Guru Besar serta Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya Kuala Lumpur 1963-1968. Sejak 1968 hingga 1990-an ia menjadi Rektor Universitas Nasional Jakarta. Dari 1970-1994 ia menjadi Ketua Akademi Jakarta. STA pernah menjabat Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali 1973-1994 dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya 1979-1994. STA sempat pula terjun di gelanggang politik sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia PSI, anggota parlemen 19451949, anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante 1950-1960. “Saya duduk di Konstituante mewakili Sumatera Selatan dari PSI. Di Konstituante ada perdebatan saya dengan Mohammad Natsir dari Masyumi. Waktu itu saya mempertahankan sosialisme yang demokratis. Sosialisme demokrat menghendaki negara demokrasi yang sekuler. Manusia bebas beragama,” tutur STA Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. Ia juga menjadi anggota organisasi internasional, termasuk Masyarakat Linguistik Paris Societe de Linguistique de Paris dan Komisi Internasional untuk Pengembangan Ilmiah dan Budaya Manusia dan Studi Kemanusiaan UNESCO. Berbagai penghargaan pernah ia terima, termasuk Satyalencana Kebudayaan RI pada 1970. Dari Kaisar Jepang Hirohito, STA menerima Bintang Tanda Jasa Harta Suci pada 1987. Ia dinilai berjasa dalam meningkatkan hubungan persahabatan IndonesiaJepang dan ikut mendirikan Pusat Studi Jepang serta membuka Jurusan Bahasa Jepang di Universitas Nasional. Republik Federal Jerman juga pernah memberinya tanda jasa. Takdir juga menerima doctor honoris causa dari Universitas Indonesia pada 1979 dan Universiti Sains Penang, Malaysia pada 1987. Satu ciri STA yang melekat dalam sejarah hidupnya adalah keteguhannya pada pemikirannya, bahkan juga melaksanakan gagasan itu dalam bentuk kerja nyata. Kegelisahannya mengenai bahasa tidak hanya berwujud pada kata-kata. Sebagai ahli bahasa, ia yang pertama kali menulis buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia 1936 dan Kamus Istilah. Ketika STA menjabat Ketua Komisi Bahasa pada masa pendudukan Jepang, ia melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Masih dalam rangka pengembangan bahasa, STA menerbitkan dan memimpin majalah Pembina Bahasa, mencetuskan Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo, dan pada akhir 1960-an dia menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan penggagas Konferensi Pertama Bahasa-bahasa Asia. Di usia senjanya, 85 tahun, beberapa bulan sebelum meninggal dunia, STA direpotkan dengan kemelut di kampus yang dipimpinnya sejak 1968 itu. Dianggap sudah tua dan terlalu lama memimpin Universitas Nasional, salah seorang pengurus yayasan, Oesman Rachman dan kawan-kawan mencoba “menggusurnya”. Bahkan, Oesman sempat mengangkat diri menjadi pejabat rektor. Akibat konflik yang berlarut-larut itu, di universitas swasta tertua di Indonesia itu sempat muncul dua kepemimpinan, bahkan dosen dan mahasiswa sempat terkotakkotak. Kemelut itu berakhir di pengadilan dan pihak STA menang. Ketua majelis hakim, Haslim Hasyim dari Pengadilan Jakarta Selatan, dalam amar putusannya pada Februari 1994 memerintahkan agar kampus itu dikosongkan dan segera diserahkan kepada Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan YMIK yang dipimpin Sutan Takdir Alisyahbana. Di luar dunia pemikiran dan tema-tema besar STA gemar berkebun. Kegemaran ini dilakoninya sejak masih muda. Karena itu, tak heran jika rumahnya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dilengkapi dengan kebun yang luas. Di sana ada durian, nanas, kedondong, jeruk. Setiap pagi sebelum masuk kantor pada pukul ia jalan-jalan di kebun rumahnya sambil mengontrol ikan-ikan di kolam. Begitu pula balai seni yang didirikannya pada 1973 di Toyabungkah, Danau Batur, Bali, diasrikan dengan kebun dan sawah yang dikerjakan oleh penduduk setempat. Setiap bulan, kala itu, di luar kesibukan rutinnya sebagai Rektor Universitas Nasional, ia menyempatkan diri terbang ke Bali untuk mengunjungi kebunnya. Balai Seni Toyabungkah ini didirikan dengan biaya yang ia peroleh dari uang ganti rugi kecelakaan dari pesawat SAS. Kampus tempat dia menjabat rektor sejak 1968, Unversitas Nasional, tak lupa juga “dikebunkan”. Bahkan, para mahasiswanya dikerahkannya untuk membuat pencangkokan dan pembibitan berbagai jenis tanaman. Suatu ketika, kepada Tempo, STA mengatakan, “Indonesia ini negeri yang kaya dan subur. Menanam apa pun bisa tumbuh. Tanamlah apa saja. Asal menanamnya benar, tentu menghasilkan banyak uang” Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. STA meninggal pada 17 Juli 1994 di Jakarta. Sampai akhirnya hayatnya, ia belum mewujudkan cita-cita terbesarnya menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di kawasan Asia Tenggara. Padahal bahasa itu pernah menggetarkan dunia linguistik saat dijadikan bahasa persatuan untuk penduduk di 13 ribu pulau di Nusantara. Ide besarnya untuk menyatukan ejaan Indonesia dengan Malaysia pun belum terwujud. STA pernah mengatakan pada 1971 bahwa usaha menyatukan ejaan itu harus diteruskan. Sebab, menurut STA, jika peraturan ejaan ini sudah terlaksana, bukan hanya merupakan langkah penting ke arah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Asia Tenggara tetapi juga akan mempermudah penerjemahan buku-buku.[1] Pengertian Pendekatan Struktural Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intrinsik yang dapat di gali dari karya itu sendiri. [2] Pada dasarnya kajian struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antara berbagai unsur karya sastra, dalam hal ini prosa fiksi yang secara bersama mengahasilkan sebuah kemenyeluruhan. Kajian struktual tidak cukup kalua hanya sekedar mendata unsur tertentu pada sebuah karya prosa fikis, misalnya peristiwa, alur, tokoh, latar, atau yang lainnya. Namun yang lebih penting adalah menunjukan bagiamna antar unsur itu, atau sumbangan apa saja yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kajian structural adalah sebuah pengkajian terhadap suatu karya sastra prosa fiksi yang bertujuan untuk memaparkan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra. Pada intinya pendektan struktural ialah membahas unsur-unsur intrinsik pada sebuah karya sastra.[3] Unsur puisi ada dua yaitu unsur batin puisi dan struktur fisik puisi yang meliputi Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut. Tema atau Makna Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Rasa Sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. Nada tone Sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca. Amanat Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut Perwajahan puisi tipografi Bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Diksi Pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Imaji Kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara auditif, imaji penglihatan visual, dan imaji yang bisa dirasakan, raba atau sentuh imaji taktil. Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Kata kongkret Kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan. Bahasa figurative Bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu Soedjito, 1986128. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna Waluyo, 198783. Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks. Rima Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Analisis pada Puisi Api Suci Karya Sutan Takdir Alisyahbana Api Suci Selama nafas masih mengalun, Selama jantung masih memukul, Wahai api bakarlah jiwaku, Biar mengaduh biar mengeluh. Seperti wajah merah membara Dalam bakaran Nyala Raya, Biar jiwa habis terlebur, Dalam kobaran Nyala Raya. Sesak mendesak rasa di kalbu, Gelisah liar mata memandang, Di mana duduk rasa dikejar. Demikian rahmat tumpahkan selalu, Nikmat rasa api menghangus, Nyanyian semata bunyi jeritku. Bentuk dan Struktur batin puisiTema Tema yang diangkat Sutan Takdir Alisyahbana pada puisi “Api Suci” yaitu tema Doa memohon ketegaran jiwa sesuai dalam kutipan /wahai api, bakarlah jiwaku/, sehingga puisi ini termasuk puisi yang ditujukan seseorang yang sedang mengadu kepada pencipta-Nya,karena kegalauan dan ingin bangkit lagi dari kegelisahan hatinya. Rasa Rasa yang ada pada puisi ini adalah rasa ingin selalu bersemangat, meskipun jiwanya telah habis terlebur, ia tetap ingin mengobarkan semangatnya. Nada Nada yang muncul pada puisi “Api Suci” ini, Sutan Takdir Alisyahbana menuangkan nada yang penuh semangat, karena semangat telah ada kemudian lahirlah dorongan untuk mewujudkan harapannya Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca. adalah Hendaknya setiap manusia memiliki semangat yang besar untuk dapat bangkit dari sebuah keterpurukan dan jangan pernah henti untuk mencari inspirasi. Seperti kutipan /sesak mendesak rasa di kalbu/, /gelisah liar mata memandang/, /di mana duduk rasa di kejar Senang selalu dan mensyukuri apa yang terjadi walaupun waktu pahit sekalipun, semua itu tidak kekal dan hanya merupakan seni dari kehidupan. Seperti dalam kutipan /nyanyian semata bunyi jeritku/ Bentuk dan Struktur fisik puisiPerwajahan Puisi Tipografi Tipografi puisi Api Suci’ cukup sederhana, dengan penulisannya rata tengah. Sajak ini terdiri atas dua bait, dengan jumlah baris adalah 14, dengan masing-masing terdiri atas empat kata dengan 11 suku kata. Pada awal baris/kalimat, kata ditulis dengan hurut kapital, dan diakhiri tanda koma dan khusus baris terakhir pada bait diakhiri denga tanda titik. Dan memiliki berbagai macam bunyi vokal. Bunyi vokal dalam puisi Api Suci terdiri atas 76 vokal /a/, 23 vokal /i/, 16 vokal /u/, 24 vokal /e/, dan memiliki satu vokal /o/ dalam seluruh bunyi puisi. Diksi Diksi yang terdapat pada puisi “Api Suci” terdapat beberapa kata yang memakai konotasi, seperti Mengalun perlahan-lahan tidak meninggi tentang suara, nyanyian Membara berapi-api Nyala raya cahaya yang keluar dari api yang besar Terlebur telah luluh atau hancur mencair Bunyi jerit suara yang keras melengking manusia atau binatang atau teriakan. Imaji Imaji yang dipakai dalam puisi “Api Suci” ini adalah imaji auditif pendengaran, imaji visual pengelihatan dan imaji peraba seperti Imaji auditif /Nyanyian semata bunyi jeritku/ artinya si “aku” Senang selalu dan mensyukuri apa yang terjadi walaupun waktu pahit sekalipun, semua itu tidak kekal dan hanya merupakan seni dari kehidupan. Imaji visual /Seperti wajah merah membara/ artinya si “aku” bahwa pengarang sedang menggambarkan dirinya melalui wajahnya yang merah membara itu sebagai penanda rasa emosi yang memuncak yang berapi-api. /Gelisah liar mata memandang/ artinya si “aku” bahwa pengarang sedang menggambarkan dirinya melalui penglihatan yang liar karena gelisah itu sebagai penanda bahwa dirinya memiliki banyak pikiran akan cita-cita yang sedang diharapkannya sehingga pandangan matanya kabur bagaikan sedang melamun. /Dimana duduk rasa dikejar/ artinya si “aku” bahwa pengarang sedang menggambarkan dirinya sedang gelisah dalam lamunannya sehingga dimanapun dia berada seperti ada dorongan yang terus-menerus untuk bangkit dari kegelisahan hatinya. Imaji kinestetik/ peraba /Nikmat rasa api menghangus/ artinya si “aku” merasakan panasnya api yang digambarkan oleh penyair sebagai bentuk rasa semangat dalam menjalani kehidupan serta menyalakan semangatnya untuk memcapai keinginannya. Kata konkret Pada puisi “Api Suci” terdapat kata-kata konkret seperti Seperti /Wahai api bakarlah jiwaku/, /Biar mengaduh biar mengeluh/, /wajah merah membara/, /Dalam bakaran Nyala Raya/ maksudnya kata konkret diatas adalah memohon kepada sang pencipta wajahnya yang merah membara itu sebagai penanda rasa emosi yang memuncak yang berapi-api sehinnga terlihat cahaya yang api yang besar. Jadi wajah merah membara itu dilambangkan seperti api. Arti dari kalimat /wajah merah membara/, /Dalam bakaran Nyala Raya/ adalah Doa seorang hamba agar diberikan ketegaran jiwa, dan dalam doa itu ia ingin bangkit dalam keterpurukan hingga memiliki semangat. Bahasa figuratif majas Majas Hiperbola adalah makna bahasa yang berlebih-lebihan seperti pada kutipan /nikmat rasa api menghangus/ Majas repetisi adalah gaya bahasa yang mengungkapkan pengulangan kata, frasa atau klausa yang sama untuk mempertegas makna dari kalimat atau wacana. Dalam repetisi, pengulangan seluruh kata atau bentuk lain yang diulang memiliki arti kata yang sama. Seperti pada kutipan /selama nafas masih mengalun/, /Selama jantung masih memukul/ Majas metafora semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat seperti pada kutipan /Demikian rahmat tumpahkan selalu/ Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang menggunakan kata kiasan untuk menyatakan perbandingan sehingga meningkatkan kesan dan pengaruh terhadap pembaca atau pendengar. Seperti pada kutipan / Seperti wajah merah membara/ Rima Rima pada puisi Api suci diatas menggunakan rima bebas karena sajak yang digunakan dalam puisi tidak termasuk dalam aturan persajakan. , seperti Selama nafas masih mengalun, Selama jantung masih memukul, Wahai api bakarlah jiwaku, Biar mengaduh, biar mengeluh. Seperti wajah merah membara Dalam bakaran Nyala Raya, Biar jiwa habis terlebur, Dalam kobaran Nyala Raya. Sesak mendesak rasa di kalbu, Gelisah liar mata memandang, Di mana duduk rasa dikejar. Demikian rahmat tumpahkan selalu, Nikmat rasa api menghangus, Nyanyian semata bunyi jeritku. Jadi, dalam satu bait tidak ada yang sama Sutan Takdir Alisyahbana masih memakai soneta yang tiap barisnya terdiri dari 14 baris, namun dalam baris perbait mempunyai kesamaan dalam bait yang berbeda. [1] Sumasno Hadi, Pemikiran Sutan Takdir Alisyahbana Tentang Nilai, Manusia, Dan Kebudayaan, diunduh pada tanggal 4 April 2020. [2] A. Teew, Sastra dan Ilmu Sastra Jakarta PT Dunia Pustaka Jaya, 1984 hlm. 135 [3] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 2002 hlm. 37
Beritadan foto terbaru Puisi Sutan Takdir Alisjahbana - Puisi Dalam Gelombang Sutan Takdir Alisjahbana Berita dan foto terbaru Puisi Sutan Takdir Alisjahbana - Puisi Dalam Gelombang Sutan Takdir Alisjahbana. Minggu, 8 Mei 2022; Cari. Network. Tribunnews.com; TribunnewsWiki.com; TribunStyle.com; TribunTravel.com; TribunWow.com;
Sebagai seorang penulis, Sutan Takdir Alisjahbana 1908 – 1994 telah menghasilkan lebih dari empat puluh buku, yang mana di antaranya berupa sepuluh buku kajian budaya 1950 – 1989, sepuluh buku ilmu bahasa antara tahun 1936 – 1977, tujuh roman antara tahun 1929 – 1978, enam buku ilmu 1978, lima buku kajian seni antara tahun 1980 – 1985, lima buku kumpulan puisi antara tahun 1935 – 1983, dan dua buku ilmu pendidikan pada tahun 1984 dan 1956. Dari segi bentuk, karya-karya yang dihasilkan oleh Sutan Takdir Alisjahbana cenderung didominasi oleh jenis prosa. Dikarenakan dominasi prosa pada sebagian besar karya yang dihasilkannya tersebut, ia dijuluki “prosawan” oleh para pengamat sastra di Indonesia. Karya prosa Sutan Takdir Alisjahbana terbagi ke dalam dua bentuk, yakni roman dan novel. Roman yang paling terkenal berjudul Layar Terkembang 1936, sedangkan novel terpopulernya adalah Anak Perawan di Sarang Penyamun 1940. Selain prosa, Sutan Takdir Alisjahbana juga aktif menulis puisi dan drama yang bersifat signifikan dan berwarna baru. Beberapa puisi fenomenal Sutan Takdir Alisjahbana dapat disimak dalam kumpulan sajak Tebaran Mega 1935. Sedangkan pada kategori drama, ia menghasilkan satu jenis drama bersajak dalam Kebangkitan Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru 1984. Untuk menemukan unsur paham Barat dalam karya-karya sastra Sutan Takdir Alisjahbana, maka kegiatan analisis hanya dibatasi pada dua karya yang dianggap paling berpengaruh, yakni 1 roman Layar Terkembang 1936 dan 2 puisi Menuju ke Laut 1946. Sebagai tambahan, puisi Menuju ke Laut akan dibahas secara utuh, sedangkan roman Layar Terkembang berbentuk sinopsis. Tuti merupakan kakak kandung dari Maria. Keduanya memiliki sifat yang berbeda; Tuti berpembawaan serius, pendiam, memiliki pemikiran modern serta aktif dalam memperjuangkan hak penyetaraan gender. Sedangkan Maria adalah gadis periang, lincah dan mudah bergaul. Keduanya merupakan anak dari Raden Wiriatmajda, seorang mantan wedana Banten yang telah lama menduda sepeninggalan istrinya. Ketika sedang berada di gedung akuarium pasar ikan, Maria dan Tuti berkenalan dengan seorang mahasiswa kedokteran asal Martapura, Sumatra Selatan yang bernama Yusuf. Beberapa waktu kemudian, ketiganya menjadi akrab dan menghabiskan hari itu bersama-sama. Pada penghujung pertemuannya, Tuti dan Maria kemudian diantarkan pulang ke rumah oleh Yusuf. Yusuf diketahui telah menaruh hati terhadap Maria sejak pertama kali bertemu. Beberapa waktu kemudian, keduanya semakin dekat dan memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih. Di sisi lain, Tuti cenderung menjauhi segala bentuk hubungan asmara dengan cara selalu menyibukkan dirinya dalam kegiatan membaca serta mengikuti berbagai kongres yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Dikarenakan hubungan asmaranya yang semakin serius, keluarga Maria dan Yusuf akhirnya sepakat untuk mempertunangkan putra-putrinya. Namun demikian, Maria terpaksa harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit tuberkulosis di hari-hari menjelang pernikahannya. Semasa menjalani perawatan, kondisi kesehatan Maria terlihat semakin memburuk. Terlebih lagi ketika dirinya mengalami serangan batuk berdarah yang mampu merenggut nyawanya. Setelah menyadari masa-masa kritis tersebut, Maria kemudian berpesan kepada Tuti agar sudi untuk menggantikan posisinya serta menikahi Yusuf sepeninggalannya. Di penghujung cerita, Maria akhirnya pun meninggal dunia. Sementara itu, Yusuf dan Tuti telah mewujudkan wasiat yang diamanahkan oleh Maria dengan cara menjalani hidup bersama sebagai pasangan suami istri Layar Terkembang, 1936 sinopsis roman. – Hasil Analisis Jika dicermati, roman Layar Terkembang sejatinya membahas tentang sifat-sifat dari dua tokoh cerita, yaitu Tuti dan Maria yang diketahui saling bertolak belakang. Karakter Tuti digambarkan pengarang sebagai sosok idealis dan kritis, sedangkan Maria mewakili sosok yang lemah lembut dan bersahaja. Layar Terkembang diyakini kritikus sastra sebagai bentuk dari representasi simbolis mengenai pertentangan anutan nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut dijelaskan oleh Tham Seong Chee dalam Essays on Literature and Society in Southeast Asia Political and Sociological Perspectives 1981 105, antara lain sebagai berikut “In his novel Layar Terkembang, Takdir Alisjahbana systematically embodies his ideas in the characters and situations created in the novel... the novel and its characters are symbolic, as it was the intention of the author to convey meanings and values considered to be of dominant concern in resolving the issues of cultural developments through the characters in the novel... lack of agreement between two characters is matched by incompatibility of values between the two, and this in effect suggests a clash of symbols of meaning as well”. “Dalam novel Layar Terkembang, Takdir Alisjahbana secara sistematis menerapkan gagasan-gagasan ke dalam tokoh-tokoh dan keadaan-keadaan yang diciptakannya... novel dan tokoh-tokohnya bersifat simbolis, yang merupakan tujuan pengarang guna menyampaikan serangkaian makna serta nilai yang dianggap dominan sebagai penyelesaian berbagai masalah perkembangan kultural melalui tokoh-tokohnya... ketidaksepahaman kedua tokoh tersebut dipertandingkan dengan ketidaksesuaian nilai-nilai yang dianut oleh keduanya, dan sebagai hasilnya menyajikan tentang pertentangan simbol-simbol makna”. Berangkat dari argumen tersebut, tersimak usaha-usaha Sutan Takdir Alisjahbana untuk menggambarkan representasi wawasan modern yang dipertentangkan dengan paham tradisional melalui simbol-simbol yang terkandung di dalam roman. Adapun hal tersebut diterangkan oleh Chee 1981 106, sebagai berikut “Tuti, the elder is... independent, socially confident, articulate, egoistic, the emancipated. She believes in speaking her own mind... To her everything must be weighed rationally, intellectually, and incisively from the viewpoint of the individual. She is extremely active in politics, and participates in debates, forums, and public meetings... On the other hand, there is Maria, symbolic of the traditional ideal woman. Secure in the protection of her family, she is demure, loving perhaps emotional, caring, gentle, sensitive, and loyal. She has no great ambition to alter the world and not particularly articulate. She desires harmony with the world”. “Tuti, sang kakak... independen, percaya diri, lugas, egois, yang tak suka dikekang. Ia meyakini pemikiran-pemikirannya... Baginya segala sesuatu politik, dan mengikuti debat-debat, forum-forum, dan pertemuan-pertemuan publik... Sebaliknya, Maria, sebagai simbol ideal wanita tradisional Indonesia. Aman dalam lindungan keluarganya, ia sopan juga pemalu, penyayang mungkin gampang terbawa perasaan, peduli, lembut, perasa, dan setia. Ia tidak memiliki ambisi besar untuk merubah dunia dan tidak begitu lugas. Ia menginginkan keselarasan dalam dunia”. Sutan Takdir Alisjahbana diyakini telah memposisikan tokoh Tuti sebagai cerminan dari wanita berpaham Barat yang berjiwa modern dan mandiri, sedangkan posisi tokoh Maria mencerminkan sifat wanita Indonesia tradisional yang cenderung penurut dan pasif. Lebih lanjut mengenai hal tersebut, disampaikan oleh Chee 1981 111 – 112 sebagai berikut “In Layar Terkembang there was an attempt to present the dilemma of a modern educated Indonesian woman in Tuti, and the psychological urging in her to be a woman, to marry, to settle down to the role of a traditional wife. However, the author tended to allow his ideological inclinations to dominate her and the novel, which results in an unconvincing working out of the confrontation between traditional values and modern assumed to be western values... It is the tendency to see one as dominantly Eastern and the other as dominantly Western that had been a major shortcoming of the novel of social criticim during this period”. “Dalam novel Layar Terkembang terdapat usaha untuk menceritakan dilema yang dialami oleh seorang wanita terdidik Indonesia dalam tokoh Tuti, dan keinginan kerasnya untuk menjadi seorang wanita secara utuh, membiasakan diri sebagai ibu rumah tangga. Walaupun demikian, pengarang cenderung untuk mendominasi Tuti dan novel dengan pengaruh ideologinya, yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dalam hal penyelesaian pertikaian antara nilai-nilai tradisional dengan nilai-nilai modern diyakini berkiblat ke nilai-nilai Barat... Ini ditekankan untuk melihat seseorang yang dominan ke Barat sementara orang lainnya dominan ke Timur yang menjadi kelemahan terbesar dalam novel kritik sosial periode tersebut”. Menjelang akhir cerita roman, ditemukan simbol-simbol berupa peralihan Yusuf dan Tuti. Adapun peristiwa kematian tokoh Maria dianggap telah menggambarkan tentang pengakhiran paham tradisional yang identik dengan sifat lemah, kuno dan dependen, sedangkan pernikahan Yusuf dan Tuti dimaknai sebagai gejala-gejala modernisasi sikap masyarakat. Lebih lanjut mengenai penjelasan tersebut, disampaikan oleh Chee 1981 106 sebagai berikut “Yusuf... is her fiance and she sees herself as eventually becoming his wife, to be his consistent and companion for life, living in the shadow of his protection. However, she contracts tuberculosis and dies, but not before she has made Tuti and Yusuf promise that they would eventually wed each other-a development symbolic of the demise of the old and the inevitable take-over of the new”. “Yusuf... adalah tunangannya dan ia melihat dirinya Maria sebagai calon istrinya, menjadi pendamping hidupnya yang setia, hidup dalam bayang-bayang perlindungannya. Namun demikian, ia terserang penyakit tuberkulosis dan akhirnya meninggal dunia, setelah sebelumnya sempat meminta Tuti dan Yusuf berjanji agar dapat saling menikahi-sebuah perkembangan simbolis mengenai kematian paham lama yang diambil alih oleh paham baru”. Ditinjau dari segi penggunaan bahasa, roman Layar Terkembang dituliskan dalam sebuah bentuk konstruksi baru, namun masih dipengaruhi oleh adat Melayu Lama. Konstruksi baru yang dimasud adalah berupa jarang terjadinya dialog antara satu tokoh dengan tokoh lainnya Siregar, 1964 101. Sedangkan dari segi tendensnya, roman Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana telah berhasil menggiring fokus konflik antara budaya tradisional dan budaya individual menjadi sarana kebangkitan semangat nasionalisme kaum muda, sekaligus pemicu pergerakan kaum feminis Indonesia. Berikut adalah puisi utuh dari judul yang dimaksud Puisi Menuju ke Laut dikenal luas sebagai salah satu karya dari Sutan Takdir Alisjahbana yang ditulis dalam majalah Pembaruan edisi tahun 1946 Alisjahbana, 1946 64. Meskipun demikian, ia sejatinya merupakan konten asli dari Madjalah Poedjangga Baru yang telah terbit pada pertengahan tahun 1930-an Foulcher & Day, 2008 235. Menurut jenisnya, Menuju ke Laut termasuk merupakan puisi bebas, yaitu puisi dengan pola persajakan dinamis tidak tetap. Selain itu, puisi tersebut juga menggunakan jenis rima patah yang diwarnai dengan unsur asonansi bunyi vokal sebaris dan aliterasi bunyi konsonan sebaris. Lebih lanjut, dilakukan analisis intrinsik dan ekstrinsik terhadap puisi yang dimaksud. – Analisis Intrinsik Ditinjau dari segi tipografi, puisi Menuju ke Laut terdiri dari lima sekstet sajak enam seuntai pada bait pertama, kedua, ketiga, keempat, dan keenam dan satu kuintet sajak lima seuntai pada bait kelima. Pada bait pertama, bentuk persajakannya adalah a-b-c-d-c-e dengan dominasi asonansi bunyi –i pada kata kami, dari, sekali, dan mimpi dan aliterasi bunyi -n pada kata meninggalkan, rimbun, angin, topan, dan terbangun. Bait kedua bersajak a-b-c-d-a-e dengan asonansi bunyi -a pada kata ria, rata, berlomba, mega dan aliterasi bunyi -ng pada kata gelanggang, berulang, jurang, ditantang, dan diserang. bunyi -a pada kata reda, lama, rasa, segala, dan apa dan dominasi aliterasi bunyi -ng pada kata berjuang, penghalang, menyerang, dan menghadang. Pada bait keempat terdapat persajakan a-b-c-d-e-f dengan asonansi bunyi -a pada kata bercahaya, suara, dan bahna dan aliterasi bunyi -r pada kata terhemaps, berderai, bercahaya, bunyi -l pada kata keluh, gelak, silih. Bait kelima menggunakan persajakan a-b-c-d-e dengan asonansi bunyi -a pada kata betapa, sukarnya, dan tiada dan aliterasi bunyi -n pada kata jalan, badan, pikiran, dan ketenangan. Pada bait keenam, puisi menggunakan pola persajakan a-b-c-c-c-d dengan asonansi bunyi -i pada kata kami, dari, sekali, dan mimpi dan aliterasi bunyi -n pada kata meninggalkan, rimbun, angin, topan, dan terbangun. Dalam hal penggunaan diksi, puisi Menuju ke Laut menggunakan majas personifikasi pada kata “ombak ria berkejar-kejaran” dalam bait kedua, “tebing jurang ditantang diserang” dalam bait kedua, “bergurau bersama angin” dalam bait kedua, dan “berlomba bersama mega” dalam bait kedua; majas hiperbola pada “ketenangan lama rasa beku”, ”terhempas berderai bercahaya” dalam bait ketiga, dan “hati hancur” dalam bait kelima; majas depersonifikasi pada “pikiran kusut” dalam bait kelima; majas pleonasme pada “tasik yang tenang, tiada beriak” dalam bait pertama dan terakhir; majas metafora pada “berontak hati hendak bebas” dalam bait ketiga; dan majas alegori dalam keenam bait puisi, dan lain-lain. Puisi Menuju ke Laut berisi tema pembaruan pola pikir masyarakat, yaitu yang terkait dengan usaha perombakan terhadap pola pikir kaum intelektual Indonesia dengan cara meninggalkan ruang tradisi lama untuk kemudian berevolusi mengikuti tradisi baru Mohamad, 2005 253. Sutan Takdir Alisjahbana diketahui menggunakan imaji citraan dan majas dalam puisi tersebut guna mengkritik kebudayaan lama yang dianggap pasif dan statis. Dengan kata lain, inti dari puisi tersebut adalah mengenai transisi nilai-nilai tradisional ke arah kehidupan era modern yang penuh kegelisahan. Lebih lanjut mengenai argumen tersebut, dijelaskan Mohamad 2005 252 – 253 sebagai berikut “”KAMI telah meninggalkan engkau, tasik yang tenang, tiada beriak”. Baris itu dari sajak Menuju ke Laut. Metafora itu kita kenal dari sebuah tasik yang tanpa gelombang ke sebuah laut yang gemuruh, dari sebuah kehidupan yang teduh terlindungi “dari angin dan topan” ke sebuah kehidupan yang didefinisikan sebagai dinamika yang resah. S. Takdir Alisjahbana memasangnya sebagai semacam manifesto dari “Angkatan Baru” di tahun-tahun awal 1930-an Indonesia. Sang penulis Layar Terkembang itu memaklumkan bahwa sebuah generasi intelektual Indonesia telah menyatakan angkat sauh meninggalkan tradisi. Mereka telah “terbangun dari mimpi yang nikmat”. Pesona dunia lama telah retak. ”Ketenangan lama rasa beku, /gunung pelindung rasa pengalang”... Maka mereka pun berangkat ke kegelisahan modern. Atau, dalam kiasan sajak itu, ke arah laut dengan gelombang buih yang berani”. Dibahas dari aspek penggunaan imaji, puisi Menuju ke Laut melekatkan simbol-simbol makna pada kata “tasik” danau dan kata “laut” sebagai representasi batasan spasial scope, yakni berhubungan dengan besar kecilnya cakupan wilayah berikut masing-masing sifat yang diwakilinya. Kata “tasik” mewakili tradisi lama yang dianggap sempit wilayah persebarannya; sedangkan Selain itu, kata “tasik” dan “laut” dijadikan sebagai analogi suatu wadah muatan air, yakni dimana “tasik” dianalogikan sebagai muatan air berwadah kecil, tidak berombak, dan cenderung tenang; sementara kata “laut” sebagai kiasan muatan air berwadah besar yang berombak liar. Namun jika dicermati, sesungguhnya fokus makna dari kedua imaji tersebut berada pada arah persebaran airnya; dimana air dimaknai sebagai manifetasi dari suatu anutan paham yang harus diperjuangkan. Dengan kata lain, Sutan Takdir Alisjahbana berusaha menegaskan bahwa “laut” bukanlah pencapaian akhir dari sebuah misi tapi justru suatu tantangan dan awal dari perjuangan Chee, 1981 34. Amanat puisi Menuju ke Laut terletak pada bait pertama dan kedua, yaitu ajakan untuk meninggalkan kebudayaan Indonesia lama menuju kebudayaan Indonesia modern yang bersifat lebih dinamis dan menantang. Berkaitan dengan hal tersebut, dijelaskan oleh Chee 1981 105 sebagai berikut “In his poem, “Towards the sea”, dedicated to the New Generation, ...The new society and the new cutural orientation must therefore be like Waves rushing ahead of each other in the blue cockpit bounded by the sky. The spreading sands continuously kissed, steep banks forever assailed and attacked in laughter with the winds in race with the clouds”. Kami telah meninggalkan engkau, tasik yang tenang, tiada beriak, diteduh gunung yang rimbun, dari angin dan topan, Sebab sekali kami terbangun dari mimpi yang nikmat. ...Maka masyarakat baru dan orientasi kultural yang baru harus seperti Ombak ria berkejar-kejaran di gelanggang biru bertepi langit pasir rata berulang dikecup, tebing jurang ditantang diserang, dalam bergurau bersama angin, dalam berlomba bersama mega”. Lebih lanjut, Chee 1981 105 menambahkan bahwa puisi Menuju ke Laut secara simbolis mengajak bangsa Indonesia untuk membentuk masyarakat sosial dinamis yang bercirikan penganutan sistem nilai intelektualme, egoisme, materialisme, dan individualisme. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa puisi tersebut digunakan Sutan Takdir Alisjahbana sebagai sarana westernisasi.
Pembacaanpuisi Aku dan Tuhanku karya Sutan Takdir Alisyahbana dalam bentuk video. Video tersebut cocokpedia ambil dari youtube channel totemo yeppo. Pembacaan puisi tersebut diunggah pada 13 Mei 2020. Berikut puisi (poetry) Aku dan Tuhan teksnya secara lengkap. AKU DAN TUHANKU Karya Sutan Takdir Alisyahbana Tuhan, Kau lahirkan saya tak pernah
Analisispuisi Sutan Takdir Alisjahbana "Sesudah Dibajak" SESUDAH DIBAJAK Aku merasa bajakMu menyayat, Sedih seni mengiris kalbu, Pedih Pilu Jiwa mengaduh, Gemetar mengigil tulang seluruh. Dalam duka semesra ini, Beta papa, apalah daya? Keluh hilang di sawang lapang, Aduh tenggelam dibisik angin. Ya Allah, ya Rabbi, Hancurkan, remukkan sesuka hati,
. v6bqtancqy.pages.dev/457v6bqtancqy.pages.dev/591v6bqtancqy.pages.dev/862v6bqtancqy.pages.dev/823v6bqtancqy.pages.dev/950v6bqtancqy.pages.dev/728v6bqtancqy.pages.dev/720v6bqtancqy.pages.dev/836v6bqtancqy.pages.dev/586v6bqtancqy.pages.dev/252v6bqtancqy.pages.dev/911v6bqtancqy.pages.dev/79v6bqtancqy.pages.dev/749v6bqtancqy.pages.dev/379v6bqtancqy.pages.dev/916
makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana